Disclaimer : Terima kasih kepada anda yang sudah mempercayakan kepada kami, terus ikuti laman blog kami agar terus merasakan pengalaman membaca cerita sesungguhnya. Dilarang untuk meng Copy Paste cerita tanpa seizin admin.
Kring.... kring, Roni mengayuh sepedanya dengan cepat. Hari ini dia
tampak bahagia, sebab sebentar lagi dia akan merayakan kelulusan. Senyum yang
manis tampak menghiasi wajahnya, hal itu menandakan bahwa dia sudah tidak sabar
menunggu perayaan itu. Roni pun sampai di rumahnya, dengan cepat dia memarkirkan
sepedahnya dan langsung masuk ke dalam rumah.
Di dalam rumah, rupanya sudah menunggu ayah dan ibu Roni. Pada
waktu itu mereka berdua sedang melaksanakan makan siang. Roni menghampiri
mereka dan memberikan secarik kertas undangan.
“Ayah, Ibu........ Ini ada undangan dari sekolah” Kata Roni sambil
menyodorkan undangan itu.
“Wah..... undangan apa ini?” Tanya ayah basa basi.
“Undangan guru mau sunat lagi..... ya undangan perpisahan lah.”
Kata Roni sebal.
“Wah... hebat ya, habis ini anak ibu mau masuk kuliah.” Puji ibu.
“Ya iya dong...... anaknya siapa?” Kata Roni sambil tersenyum.
“Udah.... ayo makan siang dulu. Kita harus cepat cepat
mempersiapkan ini, karena waktunya kurang 7 hari lagi.” Kata ayah sambil
menyeret kursi makan.
Roni pun duduk dan pada akhirnya mereka semua makan siang. Meskipun
hanya berlauk ikan pindang dan sayur asem, namun suasana hangat masih terasa di
antara mereka. Tak jarang, keluarga ini selalu bahagia karena mereka selalu
mensyukuri apa yang mereka peroleh. Ketika ada permasalahan, mereka selalu
bermusyawarah dan tanpa mengedepankan ego masing masing. Semua keputusan dapat
diambil tanpa adanya perselisihan. Suasana keluarga seperti inilah yang
diharapkan oleh seluruh keluarga di dunia.
Sumber gambar : https://pixabay.com/id/photos /pekerjaan-impian-aplikasi-tempat-2904780/ |
Setelah makan siang, keluarga ini pergi keluar rumah untuk
mempersiapkan acara perpisahan anak mereka. Mulai dari membeli jas untuk
dipakai ketika perayaan nanti sampai menyewa kamera untuk berswafoto. Semua itu
mereka lakukan agar anak mereka satu satunya senang. Waktu demi waktu berlalu,
hari demi hari silih berganti. Tak terasa perayaan kelulusan semakin dekat dan
pastinya mereka semua tak sabar menunggu momen itu.
Terhitung satu hari sebelum perayaan kelulusan, keluarga ini baru
tiba dari pasar. Rencananya mereka akan membuat selametan kecil kecilan atas
kelulusan anak mereka. Tawa bahagia tersirat diantara wajah mereka, namun
keadaan itu berubah setelah sang ayah berusaha mengijak pedal rem.
“Maah...... Kok remnya gak berfungsi ya?” Kata ayah panik.
“Ya nggak tau, kok tanya saya, Aduh pah....... papa ini bagaimana?
Sebeum berangkat tadi kok gak diperiksa dulu?” Kata ibu yang mulai panik.
“Ada apa mah?” Tanya Roni yang muncul dari jok belakang.
“Ini, rem mobil kita blong.” Kata ibu berusaha menjelaskan.
“Roni....... kamu langsung ke bagasi, pegangan yang kuat.” Teriak
ayah dengan panik.
“Awaaasss.........” Teriak ayah.
“Aaaaaa..........” Disusul dengan teriakan ibu.
Bruuaaak....... terdengar suara keras akibat tabrakan. Mobil itu
tampak menabrak tiang lisrik dan sebuah warung. Tak lama kemudian, banyak warga
yang datang untuk menyelamatkan mereka. Para warga berusaha mengeluarkan ayah
ibu Roni yang tertunduk di dashboard. Sementara warga lain tampak berusaha
membuka pintu belakang untuk menyelamatkan Roni yang kala itu tertunduk di
bagasi.
Para korban segera dilarikan menuju rumah sakit. Namun sayang, ayah
dan ibu Roni meninggal dunia dalam perjalanan menuju rumah sakit. Sementara
Roni mengalami kritis akibat luka yang cukup parah. Beberapa hari berlalu,
kondisi Roni semakin membaik dan dia sudah diperbolehkan untuk pulang. Namun,
dia masih tidak bisa menerima kepergian kedua orang tuanya. Dia masih tidak
percaya dengan kejadian kemarin, seolah olah kejadian itu berlalu dengan cepat.
Akhirnya, Roni diperbolehkan untuk pulang. Roni terpaksa harus
hidup sendiri karena kedua orang tuanya telah meninggal. Suasana rumah kali ini
jelas berbeda dan terasa sangat sepi. Hari hari roni dihabiskan dengan bengong
dan melamun, dia masih tidak percaya dengan kejadian kemarin. Untuk memenuhi
kebutuhan, Roni terpaksa menjual beberapa barang yang ada di rumahnya. Lambat
laun semua perabotannya habis terjual. Roni mencoba untuk memulai usaha dengan
pinjaman modal dari bank dan rumahnya sebagai jaminan. Namun karena kurang
memilikki skill, usaha Roni tidak dapat berjalan secara maksimal. Hingga pada
suatu hari, rumah milik Roni terpaksa harus disita bank karena tidak dapat
melunasi pinjaman.
Kini Roni sudah tidak mempunyai apa apa, terlantung kesana kemari
bingung harus bagaimana. Dia tidak tahu apa langkah selanjutnya untuk hidup.
Mau kerja, skill masih belum matang. Mau kuliah, tidak punya biaya. Akhirnya,
Roni memutuskan untuk tinggal di rumah bibinya. Disana Roni berusaha untuk
membujuk bibinya agar mau menyekolahkannya sampai perguruan tinggi.
“Budhe, Roni mau ngomong.” Kata Roni sambil mendekati bibinya.
“Iya, mau ngomong apa le......” Kata bibi.
“Sebenarnya Roni ingin kuliah, Roni ingin kerja lebih baik lagi.
Roni juga pengen membahagiakan orang tua Roni yang ada disana.” Kata Roni.
“Mmmm, emang kamu mau kuliah apa le?” Tanya bibi.
“Roni pengen kuliah pendidikan, Roni pengen jadi guru. Roni ingin
mencerdaskan anak anak bangsa.” Kata Roni.
Mendengar perkataan Roni, sang bibi langsung terdiam. Beliau tampak
berpikir atas permintaan Roni. Wajah Roni juga tampak menegang menunggu jawaban
dari bibiya. Tak lama kemudian, bibi pun mencoba memberi penjelasan kepada
Roni.
“Le..... Bukannya budhe gak mau, tapi budhe juga mikir mikir dulu.
Biaya kuliah itu mahal le, apalagi penghasilan budhe yang pas pasan. Boro boro
kuliah, sudah bisa makan saja alhamdulullah. Maaf ya le.....” Kata bibi dengan
memelas.
“Berarti..... Roni harus cari kerja lagi ya budhe? Tapi Roni masih
belum punya skill yang bagus untuk bekerja.....” Kata Roni setengah kecewa.
“Begini saja, budhe punya kenalan orang yayasan. Yayasan itu sedang
membutuhkan tenaga pengajar untuk mengajar anak yatim piatu. Ya paling tidak
kamu bisa mengajari mereka sholat, ngaji, membaca, menulis disana. Bagaimana?
Apakah kamu tertarik?” Tawar sang bibi.
“Yayasannya ada dimana budhe?” Tanya Roni.
“Sebenarnya yayasan itu jauh sekali, ada di Kota Kupang, Nusa
Tenggara Timur. Yayasan itu fokus mengurus anak yatim yang orang tuanya
meninggal karena operasi seroja dan mengurus para mualaf dari tahanan fretilin.
Apakah kamu mau pergi kesana? Soalnya gajinya......” Kata bibi.
“Berapapun gajinya tetap saya terima, yang penting saya dapat
bekerja. Lagipula Roni juga ingin membahagiakan orang tua Roni disana.” Potong
Roni.
“Mulia sekali niatmu le..... yasudah, kamu siap siap. Besok kita
akan kesana.” Kata bibi.
Akhirnya, Roni dan bibinya pergi ke Kota Kupang, NTT. Karena
keterbatasan biaya, mereka berangkat ke Kupang menggunakan transportasi kapal
laut. Perjalanan ditempuh kurang lebih tujuh hari. Berada selama satu minggu di
dalam kapal laut membuat Roni merasakan mmabuk laut yang ekstrem, ditambah lagi
kondisi tubuhnya yang kurang fit menjadikan perjalanan ini sangat melelahkan.
Singkat cerita, Roni dan bibinya sampai di Kota Kupang, NTT. Disana
mereka langsung disambut baik oleh pengurus yayasan. Tanpa basa basi lagi, Roni
langsung melaksanakan tugasnya sebagai pengajar sukarela. Awalnya Roni masih
belum terbiasa dengan cuaca Kota Kupang
yang panas ditambah dengan kebandelan para murid muridnya. Namun lama
kelamaan, Roni dapat beradaptasi dengan itu semua. Setelah Roni dapat
beradaptasi, akhirnya bibi memutuskan untuk meninggalkan Roni.
Di yayasan itu, Roni mengajarkan kepada anak yatim cara menghitung
dan menulis. Roni juga mengajari mereka tentang agama seperti urutan sholat,
tata cara berwudhu dan lain lain. Roni berusaha agar suasana pembelajaran
menjadi menyenangkan. Akibat hal itu, banyak sekali anak yatim yang dapat
memahami materi dengan cepat. Melihat prospek kerja Roni yang bagus, akhirnya
pihak manajemen yayasan mengangkat Roni menjadi pengurus tetap.
Suatu hari, seorang donatur kaya raya datang menuju yayasan itu.
Seperti biasanya, donatur itu datang untuk menyumbangkan beberapa kekayaannya.
Ketika beliau masuk ke dalam, beliau melihat Roni yang sedang mengajar. Sang
donatur itu datang menghampiri Roni, kemudian beliau bertanya kepada dia.
“Hei..... Kamu pengajar baru ya....” Kata Donatur itu.
“Iya pak, baru satu bulan.” Kata Roni dengan tersenyum.
“Aku lihat, kamu mengajar dengan asyik dan tidak membosankan. Kamu
cocok nih kayaknya jadi guru SD.” Kata donaur itu.
“Hehe, terima kasih pak. Maunya sih begitu, tapi saya gak punya
biaya untuk kuliah jurusan pendidikan.” Kata Roni sambil tertunduk.
Mendengar perkataan itu, sang donatur terdiam. Akhirnya,
pembicaraan itu selesai. Pak Donatur berpamitan kepada Roni dan pengurus
lainnya. Pada waktu itu, Roni tidak memikirkan apapun selain betapa akrabnya
dirinya bersama donatur itu. Keesokan harinya, Roni dipanggil menuju ruang
kepala cabang. Disitu rupanya sudah menunggu kepala cabang yayasan, beliau
ingin berbicara kepada Roni.
“Duduk.” Kata kepala cabang.
“Ada apa, Pak?” Tanya Roni.
“Mmmm..... Mulai sekarang, kemasi barang barangmu. Dan angkat kaki
dari sini.” Kata kepala cabang dengan sedikit judes.
“Loh, ada apa pak? Saya dipecat? Apakah saya telah melakukan
kesalahan?” Tanya Roni yang mulai panik.
“Hehehe.... enggak kok. Tapi yang jelas silahkan kemasi barang barang
kamu. Kamu akan menginap di asrama Universitas Udayana, Bali.” Kata kepala
cabang sambil tersenyum.
“Maksudnya, pak?” Tanya Roni yang mulai bingung.
“Begini, kemarin saya dihubungi oleh pak donatur. Beliau sangat
tertarik dengan semangatmu dalam mencerdaskan anak bangsa. Beliau memberikanmu
beasiswa untuk bersekolah di Universitas Udayana sampai kamu sarjana.” Jelas
Kepala cabang.
Sumber gambar : https://pixabay.com/id/photos/ kelas-sekolah-pendidikan-belajar-2093744/ |
“Alhamdulillah, ini benar pak?” Tanya Ronni yang masih tidak yakin.
“Iya bener.” Kata kepala cabang.
“Alhamdulillah, terima kasih pak.” Kata Roni sambil bersyukur.
“Jangan berterima kasih kepada saya, Berterima kasihlah kepada
Alloh SWT dan para donatur.” Kata kepala cabang.
Singkat cerita, Roni berterima kasih kepada donatur yang telah
memberinya biaya untuk bersekolah. Roni pun berangkat menuju Universitas
Udayana dan masuk ke dalam Fakultas pendidikan jurusan pendidikan matematika.
Setiap seminggu sekali, ia pulang ke Kota Kupang untuk kembali mengajar anak
anak yatim. Setelah 4 tahun, akhirnya Roni pun dapat meraih gelar sarjana
pendidikan. Roni lulus dengan nilai terbaik di antara mahasiswa mahasiswa
lainnya.
Roni pun menghubungi keluarga bibi yang ada di Pulau Jawa, mereka
semua sangat senang mendengar akan hal itu. Akhirnya, Roni pun hidup bahagia
bersama keluarga serta yayasan yayasannya. Pesan yang dapat diambil adalah kita
harus terus berusaha, meskipun banyak sekali cobaan, kita harus tetap sabar dan
yakin akan ada kebahagiaan kelak di hari esok.
0 Comments